SANTA ODILIA, 1937
Pada awalnya, Yayasan St. Camillus didirikan untuk menangani sebuah asrama untuk yatim piatu di Cicadas, yang diresmikan pada 7 September 1929. Kemudian tahun 1935 berkembang dengan didirikannya poliklinik atas prakarsa Pastor Klein, OSC; didampingi oleh dua orang biarawati dari tarekat Cinta Kasih Carolus Borromeus yaitu Sr. Louise Helmer, CB dan Sr. Edelberta Sudariah, CB. Pelayanan asrama dan pengobatan ini menjadi sumber ide untuk mengembangkan pusat misi untuk orang pribumi. Pada 1 Oktober 1937, Gereja Santa Odilia ditetapkan sebagai Paroki oleh Keuskupan Bandung, dan selanjutnya dibangunlah rumah sakit dan pastoran. Pada 4 Oktober 1937 didirikan juga rumah untuk para Suster Carolus Borromeus.
DENYUT KEHIDUPAN PAROKI SANTA ODILIA
Denyut kehidupan Paroki Santa Odilia menandai hidupnya masyarakat Katolik di Cicadas. Pada 31 Juni 1941 tercatat ada 178 umat Katolik pribumi. Dalam buku baptis Cicadas pada 29 Juni 1941, nomor urut baptis mencapai 258. Termasuk yang dibaptis yaitu orang Indo-Belanda dan Tionghoa.
Tahun 1942, tentara Jepang masuk ke Indonesia dan berkecamuklah perang. Tahun 1945-1946, bangunan di area Rumah Sakit dan Gereja rusak akibat perang. Perbaikan kompleks ini selesai pada 1 Juli 1949 dan ditambah beberapa bangunan baru.
SANTA ODILIA, 1988
Impian itu Menjadi Nyata.
Satu tahun setelah Perayaan Emasnya, Paroki Santa Odilia membangun gereja baru di atas lahan seluas 2500 m2. Gereja ini akan dapat menampung 1000 umat, ditambah 250 umat di selasar Gereja. Peletakan batu pertama dilakukan pada 15 Agustus 1989, pada Pesta Bunda Maria Diangkat ke Surga. Pembangunan ini merupakan 'kelinci percobaan' apakah umat Cicadas yang dianggap terpinggirkan dapat mewujudkan Gereja yang hidup. Pada 6 Januari 1991, bangunan Gereja, pastoran, aula, Gua Maria, selasar, dan taman diresmikan. Kini Gereja Cicadas berdiri megah, kokoh, tegak, dan tegar untuk menahan hempasan Sang Waktu, mampu berdiri sejajar dengan gereja lain di Keuskupan Bandung.
SANTA ODILIA 80 TAHUN
Sejak dibangun pada tahun 1937, Paroki Santa Odilia berdiri tegar menghadapi segala tantangan dan perubahan jaman. Dengan sekitar 9000 umat yang tersebar dalam 8 wilayah yang menaungi 61 lingkungan, Paroki ini merupakan paroki yang terbesar di Keuskupan Bandung. Suasana sekitar Gereja lebih semarak dengan adanya Aula Paroki, Rumah Sakit Santo Yusup, Sekolah Santo Yusup, Pastoran, Biara Suster Carolus Borromeus (CB) yang sekaligus mengelola Panti Wreda Nazareth. Pada tahun 2017, bertepatan dengan Ulang Tahun Paroki ke-80, akan dibangun Ruang Adorasi dan Ruang Devosi kepada santa pelindungnya yaitu Santa Odilia.
PASTORAN DAN SUSTERAN
Di area Gereja Santa Odilia terdapat pastoran dan susteran. Pastoran merupakan tempat tinggal para pastor yang berkarya di Paroki Santa Odilia. Saat ini ada tiga pastor yang tinggal di sini. Mereka adalah Pastor E.B.Adhi Prakosa, OSC selaku Pastor Kepala Paroki; Pastor D.N. Tri Suryono, OSC; dan Pastor Warhadi Harjasemeru, OSC. Pastoran yang dekat dengan Gereja, Aula, dan sekretariat mempermudah pelayanan kepada umat.
Susteran adalah tempat tinggal para biarawati. Biarawati yang berkarya di sini adalah dari Tarekat Cinta Kasili Carolus Borromeus (CB), sesuai dengan nama pelindungnya. Para biarawati ini berkarya di bidang kesehatan dan sosial. Salah satunya adalah pengelolaan Panti Wreda Nazaret yang juga berada di kompleks Gereja Santa Odilia. Enam biarawati yang tinggal di sini adalah Sr. Cahyari, CB; Sr. Paulina, CB; Sr. Inigo, CB; Sr. Benedicte, Cb; Sr. Maria Angela, CB; dan Sr. Ika, CB.
WILAYAH ARCAMANIK
Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik terletak di Perumahan Arcamanik Endah, di atas lahan seluas 2140 m2 dengan luas bangunan 525 m2. GSG ini dibangun tahun 1989, merupakan tempat umat Wilayah Arcamanik mengadakan kegiatan seperti Rapat Wilayah, latihan Paduan Suara, arisan Ibu-ibu Katolik, olahraga, dan kegiatan keagamaan. Gedung ini dapat juga digunakan oleh masyarakat umum untuk acara pernikahan, Pemilihan Umum, dan lain sebagainya.
WILAYAH KEBON KANGKUNG
Gedung Serba Guna (GSG) Wilayah Kebon Kangkung seluas sekitar 160 m2 terletak di lahan seluas 4865 m2, dibangun tahun 1987. Selain GSG, di lahan ini juga terdapat SD dan SMP Slamet Riyadi. GSG yang terletak di Jalan Kebon Kangkung X ini digunakan sebagai sarana kegiatan seperti Rukun Ibu-ibu Katolik (Rikat), Ibadat Sabda, dan perayaan Ekaristi.
WILAYAH UJUNGBERUNG
GSG Zipur di Ujungberung didirikan tahun 1995 oleh Dan Don Zipur, Letnan Kolonel Anwar Ende yang beragama Katolik. Bangunan seluas 140 m2 terletak di lahan 350 m2 ini adalah milik Batalyon Zipur 09 Kostrad. GSG ini dipakai pertama kali saat Natal 1996 oleh anggota Zipur, umat Katolik dan umat Kristen GKP. Selain digunakan untuk Misa umat Katolik dan Kebaktian Jemaat GMAHK, GKI, GKP, GPI, gedung ini juga dipakai untuk Sekolah Mingu, koor, dan rapat. Lima kelompok jemaat ini tergabung dalam Forum Kerjasama Antar Gereja (FKAG).
KAPEL ST. ALBERTUS MAGNUS, IPDN
Kapel St. Albertus Magnus dibangun di dalam Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinagor-Sumedang, atas prakarsa Mayjen. TNI. I. GK. Manila, diresmikan tahun 1997. Awalnya umat yang hadir hanyalah para Praja IPDN, namun sekarang banyak umat di sekitar daerah itu datang untuk merayakan Ekaristi di Gereja ini. Misa diadakan dua kali seminggu yaitu pada Sabtu sore dan Minggu pagi. Selain misa, ada pula kegiatan Sekolah Minggu untuk siswa Katolik yang bersekolah di sekolah non Katolik, serta Katekumen.
WILAYAH RANCAEKEK DAN CINUNUK
Adakah asa masih tersisa...
Masih terlihat kegagahan Gedung Serba Guna (GSG) Wilayah Rancaekek dan Cinunuk sebagai saksi bisu geliat aktivitas umat Katolik di kedua Wilayah tersebut. Luas bangunan GSG Rancaekek 120 m2 di atas lahan 150 m2, dibangun sekitar tahun 2002, di dalam Kompleks Rancaekek Kencana. Rumah ini awalnya milik seorang umat yang kemudian dihibahkan untuk Paroki Santa Odilia. Umat menggunakannya sebagai tempat ibadat hingga dihentikan penggunaannya pada 2005 oleh pihak luar.
GSG Cinunuk dibangun sekitar 1995 bersamaan dengan kompleks perumahan staf RS. Borromeus. Rencana awal peruntukannya adalah untuk sekolah, namun umat Katolik di sini menggunakannya untuk kegiatan keagamaan hingga ditutup pada November 2014, juga oleh pihak luar.